This post is also available in: English

Oleh: Budi Susanto (Site Leader Kubu Raya, Yayasan Pesisir Lestari) dan Lia Syafitri (Communications and Outreach Coordinator, Planet Indonesia)

Jika kita melepaskan kepiting kecil, kepiting kecil itu nantinya juga akan diambil oleh orang lain. Jadi, apa gunanya?”

Bagi komunitas nelayan kepiting bakau di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, penangkapan ikan yang berkelanjutan tidak selalu masuk di akal mereka. Banyak yang percaya bahwa upaya individu, seperti melepaskan kembali kepiting kecil ke dalam air, akan sia-sia karena nantinya orang lain yang akan menangkapnya. Namun, seiring berjalannya waktu pola pikir ini berubah. Dengan dukungan dari Planet Indonesia, Blue Ventures, dan Yayasan Pesisir Lestari, masyarakat di Kubu Raya kini melakukan pengelolaan perikanan kepiting bakau yang berkelanjutan. Mereka melindungi hutan mangrove dan masa depan mereka.

Planet Indonesia mengembangkan kemitraan dengan masyarakat dan pemerintah desa untuk mendorong pelestarian alam bagi ekosistem paling rentan di Indonesia. Kawasan pesisir Kubu Raya yang juga dikenal sebagai bentang alam Seruat Pulau Tiga merupakan salah satu lokasi kerja Planet Indonesia. Wilayah tersebut terdiri dari enam desa: Sungai Nibung, Dabong, Mengkalang Jambu, Seruat Dua, Kuala Karang, dan Mengkalang.

Kepiting bakau hidup di antara hutan mangrove Kubu Raya dan merupakan sumber protein yang disukai oleh manusia maupun satwa liar | Foto: Planet Indonesia

Salah satu spesies yang hidup di perairan hutan mangrove Kubu Raya adalah kepiting bakau, yang merupakan sumber pendapatan utama para nelayan di sini.

Kubu Raya adalah rumah bagi hutan mangrove yang kaya karbon, yang memberikan jasa penting bagi manusia dan alam: sebagai pelindung pantai, penyimpanan karbon dan sumber daya perikanan. Hutan mangrove merupakan habitat penting bagi sumber daya perikanan karena berfungsi sebagai tempat pembibitan, sumber makanan, dan daerah reproduksi. Salah satu spesies yang hidup di perairan hutan mangrove Kubu Raya adalah kepiting bakau, yang merupakan sumber pendapatan utama para nelayan di sini. Jika tidak ada hutan mangrove, spesies ini akan terancam. Oleh karena itu, dengan melindungi hutan mangrove masyarakat pun melindungi mata pencaharian mereka.

Penutupan perikanan sementara untuk kepiting bakau

Pada tahun 2016, pemerintah Indonesia mengatur bahwa kepiting bakau harus memiliki berat lebih dari 200 gram saat ditangkap. Dalam peraturan itu juga disebutkan bahwa kepiting bakau tidak boleh ditangkap jika sedang bertelur agar stok kepiting bakau di alam dapat kembali dengan kecepatan alami. Bagi para nelayan di Kubu Raya, mengikuti langkah-langkah sederhana menuju keberlanjutan ini telah menginspirasi aksi konservasi masyarakat lebih lanjut.

Sejak 2019, empat desa di Kubu Raya telah mengelola perikanan kepiting bakau dan melindungi hutan mangrove mereka melalui penutupan perikanan sementara di 6.519 hektar hutan mangrove. Selama tiga bulan, masyarakat melarang penangkapan kepiting bakau di daerah tertentu di sungai. Mereka akan menangkap kepiting bakau setelah lokasi dibuka kembali. Hal ini dilakukan untuk memberi waktu yang cukup bagi kepiting bakau untuk tumbuh dewasa.

Bagi saya, sistem penutupan adalah cara kami untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan dan menjaga hutan [bakau] kami aman dari para pembalak liar. Karena sistem penutupan, keuntungan kami bertambah. Kepiting kecil bisa menjadi lebih besar dan yang lebih tua bisa tumbuh lebih tua lagi sehingga hasil panen akan meningkat. ”

Pak Rusli adalah seorang nelayan berpengalaman dari Desa Seruat Dua yang mendukung penutupan perikanan sementara.

Sebelumnya, nelayan mengeluhkan hasil tangkapan yang berkurang, tapi sekarang hasil tangkapannya lumayan. Kami dulu menangkap kepiting di sini, tapi hanya mendapat 7-8 kilogram hasil tangkapan. Sekarang, setiap orang bisa mendapatkan sekitar 16-17 kilogram per hari. Lebih dari itu, kita bisa mendapatkan kepiting ukuran A yang besar!” kata Pak Rusli.

Kepiting bakau adalah spesies invertebrata yang tumbuh cepat dan ‘ukuran A’ adalah kategorisasi ukuran terbesar, mengacu pada kepiting yang memiliki berat antara 250 gram hingga 1 kilogram. Dengan penangkapan kepiting seberat ini di Kubu Raya membuktikan bahwa membiarkan kepiting berkembang biak selama periode penutupan sementara adalah cara yang efektif untuk melestarikan perikanan. Seperti yang dikatakan Pak Rusli, “Menurut pendapat saya, sistem penutupan ini sukses!”

 

Memperkuat pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat

Mengelola perikanan kepiting bakau merupakan bagian penting dari pengelolaan hutan mangrove lestari. Menurut peraturan pemerintah, masyarakat dapat memanfaatkan hutan mangrove untuk menopang kehidupannya, misalnya untuk kayu bakar dan perikanan. Hal ini juga berarti bahwa masyarakat sendiri dituntut untuk mengelola hutan secara lestari agar dapat terus memperoleh manfaatnya di masa mendatang.

Sejak 2019, keenam komunitas di Kubu Raya telah bekerja untuk memperkuat Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di masing-masing desa. LPHD adalah lembaga pengelola hutan yang berdiri untuk melindungi dan melestarikan kawasan hutan mangrove di tiap desa.

Salah satu cara masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan hutan mangrove adalah dengan melakukan pemantauan kawasan yang dikelola secara berkala selama kegiatan patroli wilayah dengan menggunakan Alat Pemantauan Spasial dan Pelaporan/Spatial Monitoring and Reporting Tool (SMART). SMART adalah alat yang membantu masyarakat mengukur, mengevaluasi, dan meningkatkan efektivitas perlindungan dan penegakan hukum setempat melalui kegiatan konservasi berbasis lokasi. Mereka menggunakan aplikasi ini untuk melakukan pemantauan dan pelaporan berbasis lokasi.

Anggota masyarakat melakukan patroli SMART di hutan mangrove | Foto: Planet Indonesia

Sejauh ini, rangkaian patroli SMART telah dilakukan dalam rangka pengawasan hutan mangrove. Melalui kegiatan patroli SMART ini, masyarakat dapat melaporkan temuan-temuan yang termasuk pelanggaran penangkapan kepiting bakau selama penutupan. Selain itu, mereka juga dapat melaporkan perjumpaan dengan satwa yang dilindungi, seperti bekantan. Temuan kegiatan patroli SMART selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis dengan cepat kepadatan hewan dan aktivitas manusia di hutan.

Perjalanan membangun kawasan laut yang dikelola secara lokal di Kubu Raya

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.”

Mengikuti kata pepatah tersebut, masyarakat di Kubu Raya baru-baru ini berdiskusi tentang bagaimana mereka dapat berkolaborasi dalam menjaga hutan mangrove yang berharga.

Pada Februari 2021, masyarakat Mengkalang Jambu mengadakan lokakarya untuk menginisiasi rencana kesepakatan bersama pengelolaan kawasan hutan mangrove dan pesisir di enam desa di Kubu Raya. Nelayan, pemerintah desa, koperasi konservasi, dan pengelola hutan desa menyatakan komitmennya untuk bersama-sama mengelola kawasan hutan mangrove.

Bagus sekali kita bisa berkomitmen untuk membuat peraturan desa bersama antara enam desa ini untuk melindungi hutan mangrove dan perikanan kepiting bakau kita. Saya senang semua kepala desa juga berbagi mimpi yang sama untuk melindungi dan melestarikan sumber daya alam yang kita pinjam. Mari kita manfaatkan sekaligus kita lindungi alam ini!”- Agustar, Kepala Desa Mengkalang Jambu.

Zonasi adalah pembagian wilayah laut menjadi beberapa bagian, seperti zona larang tangkap permanen (kawasan konservasi laut) dan zona perikanan berkelanjutan (wilayah tempat penutupan perikanan sementara dilakukan secara berkala).

“Melalui lokakarya ini, kami telah menyepakati rancangan peraturan desa bersama tentang pengelolaan zonasi di enam desa,” kata Miftah Zam Achid, Manajer Pemberdayaan Masyarakat dari Planet Indonesia. Yang dimaksud dengan zonasi adalah pembagian wilayah laut menjadi beberapa bagian, seperti zona larang tangkap permanen (kawasan konservasi laut) dan zona perikanan berkelanjutan (wilayah tempat penutupan perikanan sementara dilakukan secara berkala).

“Planet Indonesia melakukan analisis spasial untuk menghasilkan data dasar untuk merekomendasikan wilayah zonasi di enam desa, yang juga mempertimbangkan peraturan zonasi pemerintah untuk kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Kubu Raya,” Miftah menjelaskan.

Miftah, Manajer Pemberdayaan Masyarakat dari Planet Indonesia berbicara tentang pengelolaan zonasi | Foto: Planet Indonesia

In addition to zoning management, the communities also made an agreement on the use of sustainable fishing gear for their mud crab fishery.

Penutupan perikanan sementara dan patroli SMART merupakan langkah awal untuk membangun kawasan laut yang dikelola secara lokal di wilayah pesisir Kubu Raya. Peraturan desa bersama, setelah dikeluarkan dan diterbitkan secara resmi, akan menjadi tonggak penting bagi masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.


Cari tahu lebih lanjut tentang Planet Indonesia

Baca tentang progres penutupan perikanan sementara yang dilakukan masyarakat di Kubu Raya


 

Posted by Guest author

We regularly invite guest authors, including expedition volunteers, independent researchers, medical elective students and former staff to contribute to the Beyond Conservation blog.

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *