This post is also available in: English

Ditulis oleh Ruth H. Leeney

Tanzania memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi serta pesisir dan laut yang luas yang mendukung mata pencaharian jutaan orang dan menopang ekonomi bangsa. Hal tersebut menjadi tumpuan bagi perikanan tradisional dan wisata pesisir, menyediakan sumber pangan bagi ratusan ribu orang Tanzania, serta menghasilkan produk makanan laut untuk diekspor. Namun, ekosistem ini semakin terancam oleh perubahan iklim, pertumbuhan populasi, perubahan teknik penangkapan ikan, dan peningkatan permintaan produk laut. Keadaan ini mendorong laut semakin dekat ke titik kritisnya sehingga menimbulkan risiko yang cukup besar bagi manusia dan planet ini.

Dalam beberapa dekade terakhir, pengelolaan perikanan bergerak ke arah yang lebih kolaboratif dan dipimpin secara lokal.

Dalam beberapa dekade terakhir, pengelolaan perikanan bergerak ke arah yang lebih kolaboratif dan dipimpin secara lokal. Masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya laut mereka harus digunakan. Di Afrika Timur dan sekitarnya, semakin banyak masyarakat pesisir yang bertanggung jawab atas perikanan mereka dengan upaya yang dipimpin oleh masyarakat sendiri serta kerja sama kemitraan antara pemerintah dan masyarakat lokal. Pengelolaan wilayah laut secara lokal dapat memberikan banyak manfaat, termasuk keberlanjutan sumber daya jangka panjang, peningkatan tangkapan dalam jangka pendek, penguatan tradisi dan adat istiadat setempat, perlindungan habitat laut dan pesisir, serta membangun keterampilan dan motivasi masyarakat untuk mengelola sumber dayanya sendiri. 

Blue Ventures telah bekerja di Pulau Unguja (salah satu dari dua pulau utama di Zanzibar, yang lainnya adalah pulau Pemba) sejak tahun 2016 bersama dengan LSM lokal, Mwambao Coastal Community Network. Di Unguja, secara historis praktik budaya yang mengatur akses ke sumber daya alam tertentu dikelola oleh tokoh masyarakat. Praktik-praktik ini mulai berkurang ketika sistem pengelolaan perikanan ‘top-down’ yang lebih formal diperkenalkan Sayangnya, sistem tersebut tidak selalu memperhitungkan hak dan kebutuhan masyarakat yang bergantung pada laut sebagai mata pencaharian mereka.

Babak baru untuk kerja sama kemitraan

Konsep kerja sama kemitraan (antara pemerintah dan nelayan lokal) bukanlah hal baru bagi masyarakat di Zanzibar. Hal ini telah dituliskan ke dalam undang-undang perikanan Zanzibar sejak 1991, tetapi hingga saat ini, belum ada cara yang pas untuk mengimplementasikannya.

Pada 2018, tim Blue Ventures berkesempatan untuk bekerja di Tanzania dalam proyek ambisius dengan Kementerian Peternakan dan Perikanan di bawah program SWIOFish dari Bank Dunia. Blue Ventures berkolaborasi dengan beberapa pihak untuk mengembangkan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) baru untuk tiga perikanan yang paling penting di Zanzibar: ikan karang, gurita, dan ikan pelagis kecil (atau perairan terbuka). RPP adalah rencana strategis yang memastikan perkembangan perikanan dari sisi biologi, ekologi, dan sosial-ekonomi.

Proyek ini dipimpin oleh MRAG, yang bermitra dengan Blue Ventures dan Mwambao. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk menentukan status perikanan di Zanzibar saat ini dan mengembangkan RPP lima tahun untuk ketiga perikanan tersebut. Dalam menyusun rencana tersebut, masyarakat nelayan dapat berperan aktif dan memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi mata pencaharian mereka.

Para nelayan wanita pencari gurita menuju pantai saat penutupan sementara selesai dan perikanan gurita dibuka kembali di Pulau Fundo, tak jauh dari Pantai Pemba | Foto: Mwambao

Berkonsultasi dengan masyarakat

Sebagai mitra utama, MRAG, sebuah konsultan dengan pengalaman mumpuni dalam pengelolaan perikanan, memberikan perspektif internasional dan mengumpulkan pendapat dari ketiga mitra dalam kerangka rencana pengelolaan. Sementara itu, Blue Ventures dan Mwambao mengatur pertemuan konsultasi dengan lebih dari 120 nelayan, penjual ikan, dan peneliti untuk membahas tantangan dan masalah yang dihadapi masing-masing kelompok, serta bagaimana kerja sama kemitraan ini berfungsi. Para nelayan dan penjual yang diajak berkonsultasi adalah anggota dari 92 komite perikanan dari Shehia (Shehia Fishery Committees/SFC – unit pengelolaan sumber daya laut lokal di Zanzibar) yang berada di Unguja dan Pemba.

Konsultasi yang kami adakan cukup panjang dan mendalam, serta mendorong terciptanya diskusi terbuka seputar perikanan untuk mempelajari perspektif masyarakat.

Konsultasi yang kami adakan cukup panjang dan mendalam, serta mendorong terciptanya diskusi terbuka seputar perikanan untuk mempelajari perspektif masyarakat. Semua peserta diminta untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang di daerah mereka, serta apa arti pengelolaan yang sukses bagi mereka. Kami juga memiliki serangkaian pertanyaan khusus untuk setiap kelompok. Misalnya, diskusi dengan kelompok nelayan difokuskan pada teknik penangkapan ikan, persepsi tentang keadaan populasi ikan, ancaman terhadap perikanan, jenis pemrosesan pasca-penangkapan, dan keterlibatan saat ini dalam manajemen. Pemetaan partisipatif digunakan untuk mengidentifikasi daerah penangkapan, daerah sumber daya utama dan konsentrasi nelayan. Sementara itu, diskusi dengan vendor ikan sebagian besar difokuskan pada nilai produk perikanan dan masalah dalam rantai pasokan.

“Proses ini memungkinkan para pemangku kepentingan untuk berkumpul dan mendiskusikan tantangan yang mereka hadapi dalam mengelola perikanan. Nelayan dari berbagai kelompok masyarakat memiliki kesempatan untuk didengar suaranya,” kata Robert Wakeford dari MRAG.

Konsultasi yang ekstensif memungkinkan masyarakat untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada proses, mengembangkan rencana pengelolaan bersama yang paling efektif dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dan pemerintah. Lorna Slade, Direktur Eksekutif Mwambao, menambahkan, “Hanya dengan melakukan konsultasi ini masyarakat dapat mengembangkan rasa kepemilikan atas rencana akhir pengelolaan akhir sehingga lebih mudah mengadopsi kegiatan yang direkomendasikan”.

 

Bagian penting lainnya dari proses ini adalah pengumpulan data sehingga kami dapat menilai status dari ketiga perikanan. Walaupun sering tidak tersedia di negara berpenghasilan rendah, data tersebut  penting untuk mengembangkan rencana pengelolaan perikanan yang efektif. Ini merupakan salah satu hal yang membuat proyek lebih menantang. Walaupun demikian, antusiasme dan kemauan para nelayan untuk bekerja sama dengan tim membuat prosesnya lancar. Chris Horrill, konsultan independen yang memberi masukan kepada pemerintah Zanzibar tentang kerja sama kemitraan dalam pengelolaan perikanan, mencatat bahwa dengan memiliki visi untuk masa depan sangat memotivasi para peserta konsultasi untuk mengarah pada moto mereka,

Mengelola hari ini dan hari esok, bukan hari kemarin”

Manfaat bagi masyarakat dan pemerintah

Setelah RPP selesai, mereka akan mulai merumuskan strategi bagaimana pemerintah dan SFC bekerja sama. Sebagai hasil dari proyek ini, masyarakat diharapkan memiliki kendali yang lebih besar atas apa yang terjadi dalam perikanan mereka. Selain itu, masyarakat juga diharapkan memiliki kesempatan untuk bersuara tentang bagaimana proses kerja sama kemitraan dalam pengelolaan perikanan dirancang dan dilaksanakan. Bagaimanapun, masyarakat lah yang langsung terpengaruh oleh perubahan sumber daya alam dan menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi dan mengelola perubahan pada skala lokal.

Proyek ini menyoroti peran penting masyarakat lokal dalam pengelolaan wilayah laut sekitar mereka serta sumber daya tempat mereka menggantungkan hidup,” kata Lorna Slade.

Sebagai hasil dari proses konsultasi, yang sebagian difokuskan pada bagaimana SFC berfungsi, sekarang setiap komite SFC memiliki perwakilan yang terpilih. Ini artinya mereka mewakili keanekaragaman sumber daya perikanan dengan lebih baik dan jumlah perempuan yang terpilih pun meningkat. Semua nelayan sekarang memiliki sarana untuk menyuarakan keprihatinan dan prioritas perikanan mereka sendiri serta lebih banyak terlibat dalam kegiatan komite.

Di tingkat pemerintah, RPP akan membantu pemerintah Zanzibar untuk menangani dua agenda untuk Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs): pengentasan kemiskinan (SDG 1) serta konservasi dan pemanfaatan laut secara berkelanjutan (SDG 14).

Apa yang harus dilakukan selanjutnya?

Organisasi yang mendukung inisiatif ini juga mendukung masyarakat untuk mempersiapkan kerja sama kemitraan untuk pengelolaan perikanan mereka sendiri yang akan dihubungkan dengan rencana pengelolaan perikanan nasional. Blue Ventures dan Mwambao akan bekerja sama dengan Departemen Perikanan untuk mewujudkan rencana ini.

Pada dasarnya, proyek ini memungkinkan agar kerja sama kemitraan dimasukkan secara resmi dalam pengelolaan perikanan di Zanzibar. Meskipun RPP belum diabadikan dalam undang-undang Zanzibar, tim proyek sudah mengembangkan strategi penerapan yang akan mendukung SFC dalam memetakan solusi jangka panjang untuk perikanan mereka.

Hasilnya, masyarakat di Unguja dan Pemba akan diberdayakan untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi dengan memanfaatkan momentum dan kapasitas lokal yang telah ditingkatkan. Misalnya, mereka akan menangani penggunaan alat penangkapan ikan yang ilegal dan merusak (seperti kelambu, pukat pantai dan perangkap kawat) atau mengontrol akses ke daerah penangkapan ikan tertentu. Meskipun masalah-masalah ini sudah menjadi perhatian masyarakat sejak lama dan berbagai upaya untuk menyelesaikan telah muncul selama bertahun-tahun, sekarang SFC diharapkan dapat membantu memberikan strategi dan solusi melalui RPP mereka.

Bagi nelayan di Zanzibar, memiliki rencana pengelolaan perikanan yang jelas dan terstruktur akan memungkinkan mereka untuk mengambil alih kepemilikan atas sumber daya alam mereka dan melindungi generasi mendatang | Foto: Steve Rocliffe

Program-program di Afrika Timur dan sekitarnya memberikan bukti bahwa dengan melibatkan masyarakat dalam pendekatan pengelolaan perikanan sangat penting untuk keberhasilan pengelolaan tersebut. Di Madagaskar, mereka menerapkan pengelolaan wilayah laut secara lokal—wilayah lautnya dikelola oleh masyarakat pesisir—dan praktik tersebut telah menyebar di sekitar garis pantai.

Menggabungkan pengetahuan lokal tentang perikanan, ekosistem, dan hambatan dalam pengelolaan yang efektif dengan penerapan dan penegakan hokum dari pemerintah, berpotensi menciptakan kemitraan yang kuat dan berkelanjutan. Hal ini dapat didukung oleh organisasi seperti Mwambao, organisasi berbasis masyarakat yang sigap dan berpengalaman dalam memahami kebutuhan lokal.  Mereka juga responsif dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat yang mereka dukung.

Agar pengelolaan perikanan berkelanjutan benar-benar berhasil, masyarakat perlu menyuarakan pendapatnya. Jenis kerja sama kemitraan (dalam pengelolaan perikanan) ini menggabungkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan hak-hak nelayan; prinsip-prinsip yang didukung oleh LSM seperti Blue Ventures dan Mwambao. Oleh karena itu, cara untuk memastikan agar keberlanjutan dalam pengelolaan perikanan memiliki umur yang panjang adalah dengan mengutamakan masyarakat. ” – Haji Machano, Koordinator Dukungan Mitra Regional, Blue Ventures, Tanzania


Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada mitra kami, MRAG dan Mwambao atas kerja samanya dalam proyek ini.


Mari temui Haji dan Khamis, tim ahli Blue Ventures di Tanzania

Simak lebih lanjut tentang kemitraan kami dengan Mwambao

Yuk, cari tahu apa yang terjadi ketika sekelompok nelayan perempuan Komoro mengunjungi Zanzibar dalam model tukar belajar tentang perikanan!


 

Posted by Guest author

We regularly invite guest authors, including expedition volunteers, independent researchers, medical elective students and former staff to contribute to the Beyond Conservation blog.

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *